BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Motivasi
merupakan dorongan dalam diri
orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai
tujuan. Orang yang memiliki dorongan karena ingin berkembang dan tumbuh, serta
ingin maju menelusuri tangga keberhasilan.
Dalam sebuah lembaga pendidikan motivasi sangat
diharapkan agar dapat membuat sumber daya manusia untuk giat bekerja, serta
mempunyai semangat dalam melakukan apa yang dikerjakan yang menjadi tujuan dari
lembaga pendidikan.
Untuk itu motivasi kerja dalam sebuah lembaga pendidikan islam itu
sangat penting dan merupakan kebutuhan untuk bisa mencapai tujuan yang
diharapkan dan ditetapkan oleh lembaga pendidikan islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa pengertian dari motivasi?
2. Bagaimana teori kebutuhan?
3. Bagaimana teori harapan?
4. Bagaimana teori tujuan?
5. apa saja model-model motivasi dalam
lembaga pendidikan islam?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui arti dari motivasi
2. Untuk mengetahui teori kebutuhan
3. Untuk mengetahui teori harapan
4. Untuk mengetahui teori tujuan
5. Untuk mengetahui model-model
motivasi dalam lembaga pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
(Hasibuan,
2000:141) Motivasi
berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan.
Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia
umumnya dan bawahan pada khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara
menggerakkan dan mengerahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama
secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan.
(Saefullah: 2012) sebagaimana
mengutip para ahli antara lain sebagai berikut:
1.
Menurut Wexly
& Yukl mengartikan motivasi sebagai proses menggerakkan agar bergerak
dengan energis. Dengan demikian motivasi berarti dorongan yang menimbulkan
seseorang untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi,
latar belakang seseorang bertindak adalah adanya dorongan dari dalam ataupun
dari luar.
2.
Robin
mengatakan bahwa motivasi merupakan proses yang ikut menentukan intensitas,
arah dan ketentuan individu dalam mencapai sasaran.
3.
Abraham
Sperling mendefinisikan motivasi sebagai kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai
dari dorongan dalam diri, diakhiri dengan penyesuaian diri.
4.
Fillmore
H.Standford menjelaskan bahwa motivasi adalah kondisi yang menggerakkan manusia
pada tujuan tertentu.
5.
Menurut
Saefullah motivasi dapat diartikan sebagai dorongan untuk mewujudkan perilaku
tertentu yang terarah pada tujuan tertentu. Motivasi mempunyai karakteristik
yaitu:
a.
Sebagai hasil
dari kebutuhan
b.
Terarah pada
suatu tujuan
c.
Menopang
perilaku
Dengan demikian,
motivasi adalah kondisi yang dapat menggerakkan pegawai agar mampu mencapai
tujuan sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam lembaga
pendidikan islam, motivasi
kerja para guru dapat diartikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja
di bidang pendidikan
berbasis islami. Untuk meningkatkan motivasi kerja para guru diperlukan
pengondisian dari lembaga (pimpinan) dalam bentuk pengerahan dan pemeliharaan
kondisi kerja yang dapat menstimulasi kualitas kinerja.
(Saefullah 2012) sebagaimana
mengutip David Mc. Clelland tentang pandangan modern teori motivasi, yang
mengemukakan empat macam kebutuhan manusia, yaitu sebagai berikut:
1.
Need of Achievement ( Motivasi Berprestasi)
Motivasi berprestasi (Achievement Motivation) merupakan dorongan dalam diri orang-orang untuk
mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Orang yang
memiliki dorongan ini ingin berkembang dan tumbuh, serta ingin maju menelusuri
tangga keberhasilan.
2.
Need of Affiliation (Motivasi Bersahabat)
Kebutuhan untuk berafiliasi yang
merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang
lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Motivasi
bersahabat (Affiliation Motivation) adalah dorongan untuk
berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial.
3.
Competence Motivation (Motivasi Kompetensi)
Motivasi kompetensi (competence motivation) adalah
dorongan untuk mencapai keunggulan
kerja, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berusaha keras untuk
inovatif.
4.
Need of Power (Motivasi Berkuasa)
Kebutuhan untuk kekuasaan yang
merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki
pengaruh terhadap orang lain.
B. Teori kebutuhan
Teori ini
memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak (material dan
nonmaterial) dan bobotnya bertingkat-tingkat pula. Manajer mengetahui bahwa
seseorang berperilaku atau bekerja adalah untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial) yang akan memberikan kepuasaan
baginya Kebutuhan manusia itu berjenjang sesuai dengan kedudukan atau sosial
ekonominya.
Seseorang
yang berkedudukan rendah (sosial ekonomi lemah) cenderung dimotivasi oleh
material, sedang orang yang berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi oleh
nonmaterial. Manajer akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling
sesuai untuk merangsang semangat bekerja bawahannya.
Teori
hierarkhi kebutuhan Maslow menyiratkan manusia bekerja dimotivasi oleh
kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta pengalamannya. Tenaga kerja
termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi dimana tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi muncul setelah tingkatan sebelumnya. Masing-masing tingkatan
kebutuhan tersebut, tidak lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial,
penghargaan, perwujudan diri. Dari fisiologis bergerak ke tingkat kebutuhan
tertinggi, yaitu, perwujudan diri secara bertahap. Terlepas menerima atau tidak
kebutuhan berhierarkhi, mengetahui jenis-jenisnya adalah memberikan kontribusi
silang saling memenuhi. Seperti seseorang berusaha keras mencari pekerjaan yang
tidak lain mengimplementasikan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
Secara umum diketahui Frederick Herbertg
berteori dua situasi yang mempengaruhi tenaga kerja saat bekerja. Situasi
pertama, yaitu, pemuasan yang berarti sumber kepuasan kerja seperti:prestasi,
pengukuhan hasil kerja, daya tarik pekerjaan, dan tanggung jawab serta
kemajuan.
Situasi
kedua tidak lain ketidak puasan yang bersumber dari: kebijakan, supervisi,
uang, status, rasa aman, hubungan antar manusia, dan kondisi kerja. Dalam hal
ini, jika situasi pertama tidak ada tidak menimbulkan ketidak puasan
berlebihan. Karena ketidakpuasan muncul dari tidak memperhatikan situasi kedua.
Perhatian terhadap indikator situasi pertama menjadi motivasi tenaga kerja
dalam bekerja. Tampak berbasis teori ini jika ingin tenaga kerja termotivasi
maka mesti memberikan situasi pertama.
Dalam hipotesisnya, Abraham Maslow mengatakan bahwa pada
diri semua manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan:
1.
Psikilogis
Antara lain
rasa lapar, haus, perlindungan, (pakaian dan perumahan), kebutuhan jasmani dan
lain sebagainya.
2.
Keamanan
Antara lain
keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3.
Sosial
Mencakup kasih sayang,
rasa memiliki, diterima-baik dan persahabatan
4.
Penghargaan
Mencakup faktor
penghormatan diri seperti harga diri, otonomi dan prestasi serta faktor
penghormatan dari luar seperti status, pengakuan dan perhatian.
5.
Aktualisasi
diri
Dorongan untuk menjadi
seseorang/ sesuatu sesuai ambisinya; yang mencakup pertumbuhan, pencapaian
potensi dan pemenuhan kebutuhan diri.
C. Teori Harapan
(Sondang P
Siagan: 2014) Salah satu hasil para usaha ilmuan yang mendalami teori motivasi
ialah dikembangkannya apa yang dikenal dengan teori harapan. Dewasa ini, dapat
dikatakan bahwa teori harapan adalah teori dipandang paling baik menjelaskan
motivasi seseorang dalam kehidupan organisasionalnya.
Inti teori ini terletak pada pendapat yang
mengatakan bahwa kuatnya cenderungnya seseorang bertindak dengan cara tertentu
tergantung pada kekuatan harapan bahawa tindakan tersebut akan diikuti oleh
suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang
bersangkutan.
Teori ini mengandung tiga variable, yaitu
daya tarik, hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan serta hubungan (
kaitan) antara usaha dan prestasi kerja.
Yang
dimaksud dengan daya tarik ialah sampai sejauh mana seseorang merasa pentingnya hasil atau imbalan yang diperoleh
dalam penyelesaian tugasnya. Artinya, sampai sejauh mana yang diperoleh dalam
bentuk imbalan memainkan peranan dalam pemuasan kebutuhan-kebutuhan yang belum
terpuaskan.
Yang
dimaksud dengan kaitan antara prestasi kerja dan imbalan ialah tingkat keyakinan seseorang tentang hubungan antara
tingkat prestasi kerjanya dengan pencapaian hasil tertentu.
Yang
dimaksud dengan kaitan antara usaha dan prestasi kerja ialah persepsi seseorang
tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu akan menjurus kepada prestasi kerja.
Dinyatakan
dengan cara lain teori harapan berkata
bahwa apakah seseorang mempunyai keinginan untuk menghasilkan sesuatu karya
pada waktu tertentu tergantung pada tujuan-tujuan khusus orang yang
bersangkutan dan pada persepsi orang tersebut tentang nilai suatu prestasi
kerja sebagai wahana untuk mencapai tujuan tersebut.
Pendalaman teori harapan akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kuatnya motivasi seseorang
berprestasi (usahanya) tergantung pada pandangannya tentang betapa kuatnya
keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang
diusahakan untuk dicapai.
2. Jika tujuan ini tercapai (prestasi
kerja), timbul pertanyaan apakah ia akan memperoleh imbalan yang memadai dan,
apabila imbalan itu diberikan oleh organisasi, apakah imbalan itu akan
memuaskan tujuannya atau kepentingannya?
Penganjur
teori ini mengatakan bahwa terdapat empat pertanyaan yang harus terjawab dalam
memahami dan menerapkan teori ini.
Pertanyaan
pertama ialah : hasil apakah yang diperkirakan akan diperoleh dengan melakukan
suatu pekerjaan tertentu? Hasil yang diharapkan itu tentunya dapat bersifat
positif seperti penghasilan dalam bentuk upah atau gaji, keamanan, terpenuhi
kebutuhan sosial, kepercayaan, aneka ragam bonus dan keuntungan materil
lainnya, kesempatan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki dan kesempatan
mengembangkan bakat tertentu serta hubungan yang bersahabat dengan orang-orang
dengan siapa pekerja melakukan interaksi. Akan tetapi tidak boleh dilupakan
bahwa “ hasil” yang mungkin diperoleh itu dapat pula bersifat negative seperti
kelelahan, frustasi keresahan, supervise yang keras, ancaman pemutusan kerja.
Menurut teori ini, kenyataan tidak penting disini. Yang penting adalah persepsi
tentang orang tentang hasil apa yang akan diperoleh, terlepas dari apakah
persepsi itu tepat atau tidak.
Pertanyaan
kedua ialah: Apakah dalam pandangan para pekerja hasil tersebut mempunyai daya
tarik atau tidak? Artinya, perlu ditanyakan bagaimana persepsi para pekerja
tentang hasil tersebut: apakah positif, negatif atau netral? Jawaban terhadap
pertanyaan ini bersifat sangat individual karena jawaban seseorang terhadap
berbagai pertanyaan tersebut diwarnai antara lain oleh kepribadian, nilai-nilai
yang dianut dan kebutuhan orang yang bersangkutan.
Pertanyaan
ketiga ialah: Perilaku yang bagaimana harus ditunjukan oleh seorang pekerja
hasil tersebut diperolehnya? Hal ini penting karena hasil tersebut tidak
mempunyai pengaruh apa-apa terhadap prestasi kerja seseorang kecuali ia
mengetahui secara jelas apa yang harus dikerjakannya untuk memperoleh
hasil-hasil tersebut.
Pertanyaan
keempat ialah: bagaimana pendapat pekerja tertentu tentang peluangnya untuk
berbuat sesuai dengan tugas yang diletakan diatas bahunya?
Teori Harapan ini didasarkan atas:
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang
diberikan akan terjadi karena perilaku. Harapan akan berkisar antara nilai
negatif (sangat tidak diinginkan sampai dengan nilai positif (sangat
diinginkan). Harapan negatif menunjukkan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil
akan muncul sebagai akibat dari tindakan tertentu, bahkan hasilnya bisa lebih
buruk. Sedangkan harapan positif menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu
akan muncul sebagai konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku;
2.
Nilai
(Valence), adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan seseorang. Suatu
intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi hasil
yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu, perilaku
tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif
apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak
dipilih.
3. Pertautan (Instrumentality), yaitu besarnya kemungkinan
bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan
tertentu yang diharapkannya. Indeks yang merupakan tolok ukur berapa besarnya
perusahaan akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk pemuasan
kebutuhannya.
Kunci dari
harapan ialah pemahaman tujuan individual dan kaitan antara usaha dan prestasi
kerja, antara prestasi kerja dan imbalan, serta antara imbalan dan pencapaian
tujuan hidup. Teori ini didasarkan pada: model contingency “,dan dengan
demikian menekankan bahwa tidak ada prinsip yang bersifat universal untuk
menjelaskan motivasi seseorang. Tambahan pula, menurut teori ini, hanya karena
dapat dipahami kebutuhan apa yang ingin dipuaskan oleh seseorang tidak menjamin
bahwa orang yang bersangkutan mempunyai persepsi bahwa prestasi kerja yang
tiggi berakibat pada pemuasan berbagai kebutuhannya.
Daya tarik
teori harapan ini berangkat dari 4 hal berikut:
1. Teori ini menekankan imbalan.
Artinya menurut teori ini terdapat keyakinan
bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi sejajar dengan apa yang
diinginkan oleh pekerja yang berarti bertitik tolak dari kepentingan pekerja
dalam mana setiap orang berusaha memaksimalkan kepuasannya.
2. Para manajer harus memperhatikan
daya tarik imbalan yang memerlukan pemahaman dan pengetahuan tetang nilai apa
yang diberikan oleh pekerja pada imbalan yang diterimanya. Para manajer
hendaknya memberikan imbalan kepada para pekerja yang oleh pekerja senddiri
dinilai tinggi.
3. Teori harapan menekankan perilaku
yang diharapkan dari para pekerja. Artinya teori ini menekankan pentingnya
keyakinan dalam diri pekerja tentang apa yang diharapkan oleh organisasi dari
padanya dan bahwa bahwa prestasi kerjanya dinilai dengan menggunakan criteria
yang rasioanal dan objektif
4. Teori ini menyangkut harapan.
Artinya teori ini tidak menekankan apa yang realisyik dan rasional. Yang
ditekakanakan ialah bahwa haparan pekerja mengenai prestasi kerja, imbalan dan
hasil pemuasan tujuan individual akan menentukan tingkat usahanya, bukan hasil
itu sendiri.
D. Teori Tujuan
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori
tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan)
dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan
dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke,
tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat
diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi
daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori
tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan
kemanfaatannya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By
Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan
tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi,
bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja
untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori
motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai.
Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence)
yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat
dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh
organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri
dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan
memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki
motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk
menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi
bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
E. Model-model Motivasi
1. Motivasi Intrinsik
Dalam motivasi intrinsik,
Thomas menggambarkan karyawan sebagai orang yang termotivasi secara intrinsik
apabila dia benar-benar peduli dengan pekerjaannya, mencari cara yang lebih
baik untuk melakukannya, mendapat kekuatan dan kepuasan dengan melakukannya
sebaik mungkin. Dan mengemukakan bahwa teori intrinsik dicapai ketika orang
mengalami perasaan-perasaan adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan
kemajuan.
2. Model Edwards
(Saefullah:
2012) sebagaimana mengutip Edwards tentang kebutuhan-kebutuhan yang dapat
mempengaruhi motivasi individu, diklasifikasikan menjadi beberapa kebutuhan
(intrinsik) yang tampak pada manusia dengan kekuatan yang berbeda-beda, yaitu
sebagai berikut:
a. Achievement : kebutuhan
untuk berbuat baik daripada orang lain yang mendorong individu menyelesaikan
tugas lebaih sukses, untuk mencapai prestasi yang tinggi.
b. Deference : kebutuhan
mengikuti pendapat orang lain, mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan,
menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan dan lain sebagainya
c. Order : kebutuhan
untuk membuat rencana-rencana yang teratur.
d. Exhibition : kebutuhan
untuk menarik perhatian orang lain berusaha menjadi pusat perhatian.
e. Autonomy : kebutuhan
untuk mandiri, tidak bergantung pada orang lain.
f. Affiliation : kebutuhan
untuk menjalin persahabatan dengan orang lain.
g. Intraception : kebutuhan
untuk memahami perasaan orang lain
h. Succorance : kebutuhan
untuk mendapatkan bantuan dan simpati orang lain
i.
Dominance : kebutuhan untuk bertahan pada
pendapatnya
j.
Abasement : kebutuhan yang menyebabkan individu
merasa berdosa apabila ada kesalahan
k. Nutrurance : kebutuhan untuk membantu atau
menolong orang lain
l.
Charge : kebutuhan
untuk membuat pembaharuan-pembaharuan
m. Endurance : kebutuhan
yang menyebabkan individu bertahan pada suatu pekerjaan sampai selesai, tidak
suka diganggu bila sedang bekerja
3. Keadilan organisasi
Karyawan yang
bekerja pada sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut
memperlakukan mereka dengan adil.
4. Model Equity
Model ini
menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan mencoba meraih
kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka. Misalnya, karyawan
mulai datang terlambat ke kantor dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras
yang mereka kontribusikan pada perusahaan.
Dalam keadaan
demikian, pihak lembaga harus melakukan langkah-langkah konkret agar para
karyawan memahami kondisi lembaga, diantaranya sebagai berikut:
a. Penjelasan sistematis mengenai kondisi lembaga yang
diberikan oleh manajemen level atas
b. Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati
terhadap para pekerja jika gaji atau intensif kurang memadai
c. Jika ada PHK, alasan-alasan harus dijelaskan secara
detail, jika perlu didukung data finansial yang menjustifikasi PHK sebagai
jalan terbaik untuk menghindarkan perusahaan dari kebangkrutan.
d. Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk
mengajukan pertanyaan atau memberika pendapat.
e. Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari
adanya persepsi ketidakadilan pada masa yang akan datang, lembaga dapat
melakukan peninjauan kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini.
Kebijakan perlu diubah jika ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan.
5. Model Karakteristik Pekerjaan dan Penetapan Target
Model ini
menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari
pekerjaan. Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk
memotivasi karyawan adalah task identity
(identitas tugas), task significance (signifikansi
tugas), skill varienty (variasi
keahlian), autonomy (otonomi), feedback (umpan balik) dan goal setting (penetapan target).
(Saefullah:
2012) Dari seluruh uraian di atas, apabila disimpulkan ada 3 model motivasi utama
yang sering diajukan, yaitu sebagai berikut:
a. Model tradisional
Model ini
menyatakan bahwa motivasi pada seseorang hanya dipandang dari sudut pemenuhan
kebutuhan fisik atau biologis, khususnya untuk pekerja hanya dapat dimotivasi
dengan imbalan uang.
b. Model human
relation
Diartikan
sebagai model hubungan manusiawi dengan penekanan pada kontak sosial merupakan
kebutuhan bagi manusia yang bekerja dalam suatu organisasi.
c. Model sumber daya manusia
Dengan
penekanan pada motivasi tidak hanya oleh masalah pemenuhan kebutuhan biologis,
tetapi juga kebutuhan mendapatkan kepuasan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Motivasi
(motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya
dan bawahan pada khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara menggerakkan
dan mengerahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara
produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Teori
hierarkhi kebutuhan Maslow menyiratkan manusia bekerja dimotivasi oleh
kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta pengalamannya. Tenaga kerja
termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi dimana tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi muncul setelah tingkatan sebelumnya. Masing-masing tingkatan
kebutuhan tersebut, tidak lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial,
penghargaan, perwujudan diri.
Salah satu
hasil para usaha ilmuan yang mendalami teori motivasi ialah dikembangkannya apa
yang dikenal dengan teori harapan. Dewasa ini, dapat dikatakan bahwa teori
harapan adalah teori dipandang paling baik menjelaskan motivasi seseorang dalam
kehidupan organisasionalnya.
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori
tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan)
dengan perilaku.
Dari
teori-teori tersebut, terdapat Model-model Motivasi, antara lain: Motivasi
Intrinsik, Model Edwards, Keadilan
organisasi, Model Equity, Model
Karakteristik Pekerjaan dan Penetapan Target